Tari Sanghyang Dedari adalah tarian yang dibawakan oleh dua orang gadis kecil Sebelum menari, kedua gadis diupacara untuk memohon datangnya Sanghyang Dedari ke dalam badan kasar mereka. Prosesi duringi dengan paduan suara gending sanghyang yang dilakukan oleh kelompok paduan suara wanita. Kedua gadis itu kemudian tidak sadar (trance), tanda bahwa roh dedari telah merasukinya. Kedua gadis dalam keadaan tidak sadar, dibawa ke tempat menari. Di tempat menari, kedua gadis kecil itu diberdirikan di atas pundak dua orang pria yang kuat.
Dengan iringan paduan suara gending, kedua penari menari-nari yang berjalan berkeliling pentas. Gerakan tarian yang dilakukan mirip dengan tar Legong. Selama tarian berlangsung, mata kedua gadis itu tetap tertutup rapat.
Tari Sanghyang merupakan tarian yang sakral yang tidak untuk dipertontonkan sebagai fungsi pertunjukan, tetapi hanya diselenggarakan dalam rangkaian upacara suci, berunsurkan kerawuhan.
Asal mula adanya Tari Sanghyang di Bona tidak di ketahui secara pasti, namun para ahli memberikan dugaan-dugaan tentang asal mula tarian Sanghyang ini. Mengenai asal mula tarian Sanghyang Dedari di Desa Bona dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kira-kira pada tahun 1917 di Desa Bona terjadi wabah cacar yang sangat hebat, wabah ini menular dengan cepatnya, sehingga banyak anggota masyarakat yang terserang wabah cacar Hal ini menimbulkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat Desa Bona, konon ada beberapa anak gadis yang sedang bermain-main dipura pusch mereka membersihkan dan membakar bekas banten-banten yang sudah kering sesudah upacara “odalan”. Sambil menyanyikan lagu-lagu Sanghyang yang pernah didengarnya dari penyanyi-penyanyi Sanghyang. Dengan tidak diduga- duga salah seorang dari anak gadis tersebut kerawuhan kemudian menan nari mengikuti irama lagu tadi Mengetahui hal ini masyarakat setempat memutuskan untuk nangiang Sanghyang Dedari, dengan harapan agar dapat menanggulangi wabah yang sedang berjangkit Sejak saat itulah adanya Sanghyang Dedari di Desa Bona
Kerawuhan merupakan masuknya roh suci kedalam badan manusia takala manusia kehilangan kesadarannya. Hilangnya kesadaran ini dapat dicapai dengan teknik-teknik intenxikasi yaitu perbuatan perbuatan untuk memabukkan diri antara lain dengan cara duduk ditengah-tengah asap seperti yang dilakukan pada Sanghyang Dedari.
Sebelum mencapai kerawuhan mula-mula mereka menenangkan pikiran dengan memejamkan mata, lama-kelamaan mereka melihat sinar gelap semakin lama semakin gelap, akhirnya mereka tidak sadarkan diri. Pada saat sadar kembali mereka merasa seolah-olah baru bangun dari tidur saja.
Setelah si penari kerawuhan, barulah dipasang gelungannya dan diberikan atau kipas untuk menari. Sanghyang Dedari ini kemudian diusung oleh juru pundut ketempat pertunjukan, dipayungi dengan tedung, during oleh juru gending dan juru cak, yang masing-masing duduk berjejer disebelah kanan dan kirinya Iringan yang berupa vokal dinyanyikan silih berganti oleh masing-masing penyanyi sampai berakhirnya pertunjukan ini.
Ditempat ini pula para diperciki tirta (air suci) oleh pemangku, agarsi penari tadi sadar dari kerawuhannya Dengan demikian berakhirlah pertunjukan tari Sanghyang Dedari ini
Sanghyang Dedari di Bona termasuk tarian primitif yang didalamnya mengandung unsur-unsur improvisasi yaitu gerakan-gerakan yang keluar dengan sendirinya. Struktur tarian Sanghyang Dedari ini sesuai dengan gending-gending yang dipakai, bahkan ada beberapa gerakannya
disesuaikan dengan teks atau kata-kata didalam gendingnya. Hal ini disebut dengan istilah “ngigelin gending” Pada mulanya Sanghyang Dedari di Bona menggunakan kostum yang khas dan dapat dibedakan menjadi tiga bagian :
Hiasan Kepala:
Gelungan pepudakan lengkap dengan bancangan dan bunganya
Hiasan Badan:
Kain putih,baju putih, sabuk putih, lamak, simping, oncer, ampok-ampok gelang kaki, dan gelang tangan dari perak dan tembaga
Perlengkapan yang dibawa berupa kipas
Didalam kostum ini warna putih memegang peranan pen
dari kesucian, karena tarian ini merupakan tarian kedewi-dewian. Penggunaan gelang kaki dapat menimbulkan suara yang gemercik bila berentuhan satu sama lainnya, tatkala Sanghyang Dedari ini menari Iringan memegang peranan yang sangat penting didalam suatu pertunjukan kam iringan dapat memperindah pertunjukan.
Berdasarkan sumbernya iringan dapat berupa instumen dan vokal Sejak berdirinya sampai saat ini, Sanghyang Dedari di Bona menggunakan wingan vokal yang berlaraska Slendro dan Pelog Laras Slendro merupakan urutan nada-nada yang didalam satu “Gembyongan”(oktaf) terdiri dari lima buah mada pokok dengan sruri (interval) yang sama. Laras pelog merupakan urutan nada nada yang didalam satu oktafnya terdiri dari lima buah nada pokok dan mempunyai dua buah macam Sriti yaitu aruti panjang dan sruti pendek
Gending Sanghyang Dedari Medudus:
- Kembang jenar,
- Mengundang ngundang Dedan Agung.
- Sane becik-becik Dewa undang.
- Sang Supraba Tanjung Biru
Tunjung Biru.
- Mengrangsuk-rangsuk menggo-anggo.
- Sesaluke baju simping emas,
- Melesat miber ngagagana
Ngagagana
- Mangelo-ngelo ngaja kanginan,
- Jalan dedari metanggun jero,
- Tamane bek medaging sekar
Sekar emas,
- Sandingin pudak anggrek guringsing.
- Tiga kancu manah saling sempol,
- Kedapane malalepe
Malalepe
Tekedan ratu ke Gunung Agung,
Manuju munyin gamelan, kempur sari kencetan gender
Gending Sanghyang Dedari Mesolah
Bait 1:
- Dewi Ayu Dewi Suci.
- Ida lunga maulangun
- Mangungsi ka gunung sekar Tetamanan bagus dedara
- Mangulati sekar tunjung.Tunjung emas tunjung kuning Lelakon sapi mangimbang. Mangimbang sisin telaga.
Mangimbangini capung emas
Manadi kupu-kupu matarum.
Matarum makepet dadua,
Manyelsog maideran,
Metanjek magufuangsul
Tetanjeke manolih-nolih
Manolih juru kidunge
Juru kidung sami mejajar, Arsan Ida nunas lungsuran sekar
Picayang dewa picayang. Icenin juru kidunge
Bait II:
Baris kepet makembaran (2x)
Penganggone pepatuhan (2x)
Ingek-ingek masesiring (2x) Kadi merake mangelo juru gendinge (2x)
Bait III
Dewa Ayu Dewa Ayu,
Mariki Dewa masolah Matanjek maguluangsul gulu angsul – gulu angsul Tetanjeke cara jawa Menayog cara denbukit Ingek-ingek
Kadi merake mangelo, Mangeber ikute luwung.
Ikut luwung
Mapontang memata mirah Makebyor ambune miyik
Miyik ngalup-miyik ngalup Gegadan gadung kasturi Maimpugan-maimpugan,
Miyik ngalup maimpugan
Becik ratu ayu sayang e nak maigelan Yangor yangar yangor yangsir (2x)
Tanjung gambir
Gadung melati sandingin cempaka menuh
Pudak cinaga becik pisan mengambyar tumbuh di gunung.
Tetanduran widyadari Lempung manis manyoyorin
Dedarine ampuang haus Mangiber mengalap sekar,
Sekaran magulu angsur Swecai dewa ngigelin gending, Gending guntang gula milir, Gending guntang gula milir
Igel-igel ida care garuda metangkis (2x) Kecas-kecos ilag-ileg ilubau (2x)
Yan sawangan gumine di kembang kuning (2x) Sungengene ategeh menyangra bulan (2x)
Bait IV:
Tetabuhan madu rempuh Pepangelah-pepangelah madu pasir Rebab sulinge kawuwus Gagupekan klasik tangsi klenang Sinawuran munyin soling Gumericik mengerempyang
Bait V:
Sekar emas ngararonce Lergila ran susun,
Sekar bagus widyadara, Sekar emas ngigel gambuh Gambuh kadi rejang kendran, Tetabuhan ngasih-asih Matanjek magulu angsul
Kadi sunari anginan,
Sekar sandat gagubahan, Aturina widya dara Ida arsa mangendon joged Manyoged di pasar agung
Sampun janten (2x)
Pangibing sampun megambyar Tetabuhan lempung manis Nyuregseg raris nyalempoh
Minggir-minggir (2x)
Soling papat rebab dadua
Sunari katiben angin Cemarane sriat-sriut
Sekar gambir (2x)
Sekar menuh kagempolan Sekaran ke pura agung Manonton sanghyange alit
Sanghyang alit (2x) Igel dane magelohan Ngulangun atine dini Tong lalis-lalis magedi
Bait VI:
Sekar jepun angrek lan ratna madori putih, Selem petak tunjung biru dedari mekarya tirta Tirta enening mewadah sibuh kencana manik Tirta empul suda mala dong siratin ragane tirta