Skip to content
Home » Blog » Tari Sanghyang Jaran

Tari Sanghyang Jaran

    Masyarakat Bali mayoritas penduduknya memeluk agama Hinda. Mereka sangat percaya dengan adanya roh jahat dan rob halus serta alam yang memiliki kekuatan berbau magis. Untuk menetralkan dan mengimbang keadaan ini, masyarakat Bali pun melakukan upacara yang duringi dengan tarian-tarian yang religius, salah satunya adalah Tari Sanghyang.

    Tari ini biasanya ditarikan dalam upacara-upacara sakral dan berfungsi sebaga pelengkap upacara yang digunakan untuk mengusir wabah penyakit di daerah tertentu Tarian ini tidak dapat dinikmati sewaktu-waktu dan di sembarang tempat Tari ini berbeda dengan tari yang sudah dimodifikasi menjadi pertunjukan umum seperti tari legong, tari baris, tari barong kecak, Oleh karena itu disajikan dengan diawali upacara menggunakan dupa at kemenyan, nyanyian, serta doa-doa. Apabila permohonan dikabulkan penari menjadi kerawuhan karena kemasukan Hyang yang turun ke bum untuk menyelamatkan manusia.

    Bisa disimpulkan, bahwa Tari Sanghyang Jaran juga sebagai sebutan penghormatan yang ditujukan kepada dewa, leluhur, serta roh suci dewa dewi, roh binatang atau apapun yang dimuliakan oleh masyarakat Bali

    Bentuk Penyajian Tari Sanghyang Jaran

    Secara umum, pementasan Tari Sanghyang di Bali sangatlah dikaitkan dengan musim “grubug” atau musim datangnya penyakit cacar dan sampar

    Disebutkan dalam lontar Tantu Pagelaran, pada musim grubug para batakala berkeliaran diaman-mana untuk mencari mangsa. Untuk itu masyarakat menyajikan banten caru (sesaji) dengan tunggul Gana Kumara yang deta Tari Sanghyang

    Konon, para butakala sangatlah tertarik untuk menyaksikan Dewa Gana Kumara sang penghalau kejahatan dan musuh segala bencana. Dengan demikian maka para butakala tidak akan berani mengganggu ketentraman tudup manusia yang hidup dibumi ini (Disbud. 1999/2000 15, Sanghyang Jaran ditarikan oleh seorang pria yang mengendarai sebuah kuda-kudaan yang terbuat dari pelepah daun kelapa Penarinya kerasukan roh kuda tunggangan dewata dari kahyangan, diiringi dengan gending atau nyanyian sanghyang berkeliling sambil memejamkan mata, berjalan dan berlari dengan kaki telanjang, menginjak-injak bara api sabut kelapa yang dihamparkan di tengah arena.

    Tari ini diselenggarakan pada saat-saat prihatin, misalnya terjadi wabah penyakit atau kejadian lain yang meresahkan masyarakat Schagai bagian dari seni pertunjukan, bentuk fisik Tari Sanghyang diungkapkan melalui unsur gerak, suara dan rupa. Dari ketiganya, unsur gerak sangatlah dominan dan menjadi media utamanya. Dalam hal ini, bentuk gerakan tari ini dapat dinikmati melalui urutan penyajian yang terbagi menjadi tiga, sebagai berikut

    Nusdus

    Bagian awal sebagai tahap penyucian dengan ditandai para penari mulai hilang kesadarannya. Awalnya, penari bersimpuh menghadap tungku asap pasepan dan diupacara ditempat suci yang disebut sanggah kedua tangan mendekat pada tungku, kedua telinga para penari ditutup oleh telapak tangan salah seorang pangemong atau pendamping Tahap ini juga sertai nyanyian-nyanyian suci oleh para wanita juru kidung.

    itu, pangemong menghaturkan sesaji dan mantra-mantra untuk mengundang roh suci untuk masuk kedalam para penari Tak lama kemudian para penari roboh dan ditopang salah satu pangemong. In pertanda bahwa penari mulai kesurupan dan bahkan sudah mulai menari.

    Istilah nusdus juga sering disebut ngukup atau bisa dimaknai sebagai tahap menutup kedua telinga dan mengasapi kedua tangan penari. Proses itu dilakukan terus menerus sampai roh suci masuk ke dalam tubuh para penari.

    Gending Nusdus:

    1. Kukus arum
    2. Gandane dupa merik sumirip Sembur wangiring kasturi
    3. Merebuk arum saking tawang
    4. Saking tawang
    5. Kasili silirin angin
    6. Rawuh maring kadewatan
    7. Turunang ioncersrawa
    1. Oncersrawa
    2. Luwih warnanane becik
    3. Sarwa becik penganggene
    4. Abra murub manguranyab

    Masolah

    Tahap ini bisa dikatakan sebagai bagian inti, dimana penari yang telah kesurupan menari-nari di arena yang telah ditentukan. Khusus pementasan Tari Sanghyang yang berkaitan dengan pengusiran penyakit atau malapetaka didesa tertentu, penari menari dan diarak keliling desa tersebut dengan ditandu oleh satu atau dua orang pria, Setelah kembali dan sebelum mengakhiri tariannya, para penari memercikkan air suci dan membagikan bunga kepada masyarakat yang ada disekitar arena Bunga dan air suci tersebut dipercaya memiliki nilai magis yang dapat melindungi mereka dari berbagai marahahaya , Sehingga sesi inilah yang dinanti-nanti untuk mendapatkan keberkahan dari para penari pada tahap Masolah para penari menari dengan kedua mata terpejam.

    Gending Masolah:

    Ratu Agung

    Nunggangan jarane gading (2x)

    Jaran gading ducg masolah (20)

    Palinggihane ratu agung

    Jaran Gading

    Dangkrak dingkrik di pesisi (2×)

    Ombak gede melegodan (2x)

    Tepuk api dong ceburin

    Sampi Galak

    Maumah di alas angker (2x)

    Ngalih toya ten mempahan (2x)

    Tepuk api dong ceburin

    Macan Gading

    Bangun ngelur di alase(2x)

    I jaran jejeh mangetor (2x)

    Tepuk api dong ceburin

    Ngaluhur

    Ada juga yang menyebut tahap ini dengan Ngalinggihang. Ini adalah tahap ketiga sekaligus penutup dimana para penari dikembalikan kesadarannya, sementara roh-roh suci dikembalikan keasalnya.

    Gending ngaluhur :

    Enceng enceng

    Di sampalangan magongseng emas 

    rawuh ida hagua nyoman

    palinggihe menempal sila

    Buka kenken

    Prabaline mangundang jaran 

    Jaran tiyange gading 

    Nang bibine duweg masolah

    Jaran Gading

    buan malu ke denbukit

    ditu meorta buahe mudah 

    papat telu satak maimbuh buin akutus

    Tonden tutug

    Masekar gadung matelah telah 

    Rencang direncang rence

    Dong jagjagin jarane ilang

    Pejang lebang

    Katangan kune yak ibih simsim 

    Aku yak aku aku turut 

    Memareki di pejang lebang

    Need Help?